Titik Lupa
Titik Lupa
[April 14, 2016]
Titik. Jujur saja aku
ingin menghabiskan cerita ini. Lupa dengan rasa yang aku simpan sendiri. Dia…
haaa benar dia. Hanya dengan diam saja dia sudah memberi harapan. Aku lupa
kapan kita pertama kali bertemu atau kapan kita pertama kali bersapa. Jujur
saja dulu, rasanya 2 tahun aku mulai tertarik dengan rasa ini.
Hanya saja dia tidak tau
yang aku maksud. Pertama kali aku ingat wajah itu hanya seperti perempuan biasa
yang sama dengan perempuan lain. Punya senyum yang manis, rambut lurus, wajah
yang cantik, dan tubuh mungil yang ingin ku peluk. Tapi benar-benar aku tidak
ingin rasa itu tumbuh.
Berusaha menjadi
seseorang yang sanggup menjawab pertanyaan kusendiri, “apa sebenarnya mau dari
hati ?”. Itu bukan salahku, aku hanya mencoba tetap diam biarpun sembari hati
ini menolak untuk diam. Lupa…. Iyaa benar… aku hanya ingin “itu”. Atau jika
boleh aku sama sekali ingin tidak pernah melihat ini, bertemu dia dan terlajur
dekat dengannya. Rasa itu benar-benar membuat takut. Dia datang tapi tidak ada
disini. Dia seakan sedang memberi tapi tidak ada apapun yang ku terima. Dia
bicara tapi tanpa kata. Tidak adalah artinya sekarang.
Lupa saja… selalu ku
katakan dalam hati. Perduli saja bukan hal yang mudah. Aku tidak akan pernah
menganggap ini dengan kata “CINTA”. Bukan..bagiku itu bukan. Ngilu rasanya
kalau harus bilang kata itu. Aku hanya akan menyebutnya dengan rasa, rasa yang kusimpan
diam-diam yang ku harap bisa hilang.
Rasanya sudah jauh
berbeda kalau aku ingat kapan terakhir aku kenal dia. Dulu tanpa segan dia
bersandar dibahuku sembari melotarkan candaan yang menurutku tidak selucu yang
terdengar. Tapi senyum hanyalah sekedar menjadi keharusan bagiku saat mendengar
itu. Kami bukan seorang yang sedang saling suka. Benar-benar tidak ada rasa itu
dulu. Bagi sebagian orang mungkin sekadar tersenyum atau tertawa kecil adalah
hal yang sangat berguna saat pertama kali bertemu atau berbincang dengan perempuan
yang baru kau kenal. Tapi kau pasti harus jujur jika itu hanya keharusan saja.
Aku pernah merasa
bersalah dengannya, mungkin saja aku tiba-tiba hilang. Benar saja… aku
memalingkan wajahku saat dia melihatku. Aku masih ingat saat itu. Rasanya dia
ingin membunuhku. Memang tak pernah salah apapun dia kepadaku. Aku hanya
berusaha lupa… Lupa dengan rasa. Kenapa aku takut dengan rasa itu ? Memang aku
tidak pernah berpikir jika harus bersama dia. Saat itu aku hanya ingin lupa
sama seperti sekarang.
Aku juga tidak pernah
bisa ingat kapan aku melihat dia lagi. Memang benar sejauh apapun saat aku
memalingkan wajahku dia akan tetap seperti mengkuti. Meskipun tidak secara
nyata dia benar dia peduli tentang aku. Aku hanya berusaha peduli dengan
keadaanya di sini. Aku tidak tahu apakah dia pernah punya seseorang didekatnya
saat ada disini. Tapi aku benar-benar tidak peduli itu sekarang. Sesekali aku
lihat dia seperti menjauhiku. Namun kembali ku coba mengembalikan keadaan seperti
semula. Ya kita baik-baik saja.
Tapi biarlah lupa
benar-benar menjadi titik saja yang benar tidak ingin aku lanjutkan. Aku kadang
sedih dengan mu yang sekarang. Aku kadang ingin teriak didepanmu kenapa aku
masih tetap perduli dengan keadaanmu. Aku kadang geram dengan sifatmu yang
seperti menjauhiku tanpa sebab. Aku kadang dengan emosi negatif meng-iakan saja
semua yang kau mau. Kau benar-benar rasanya berubah. Sudah sering aku katakan
itu kepadanya.“Kau sudah berubah rasanya”.Kau selalu bicara tanpa berpikir
kenapa aku berkata itu. Kau bilang aku memang seperti ini. Ahhh… hela nafas ku
tak lagi bisa ku sembunyikan dalam hati. Mungkin memang seperti itu dan itu sudah
terasa benar.
Terkadang rasanya aku merasa
sendiri dengan jumlah teman yang tidak ada habisnya. Sementara berpikir kenapa
aku merasa sendiri padahal banyak hal yang membuatku tertawa.Terkadang
bernyanyi merupakan hal terbaik saat seperti ini. Mendengarkan musik heavy
metal meluluhkan perasaanku, namun bukan dengan membuat dendam dengan dentuman
nada keras itu. Rasanya titik saja sudah cukup mengakhiri rasa itu. Kenapa
harus titik ? karena kalau saja “Tanya” pasti tidak akan terjawab. Karna
benar-benar itu bukan sebuah rasa yang harus dibanggakan.
Berubah menjadi orang
lain mungkin terlintas dalam pikiran. Tapi siapa yang akan kau coba tiru ? bukan
hanya sebuah perubahan sifat; perubahan karakter yang kau bangun akan hancur
begitu saja. Jadi sebaiknya aku menjadi diriku sendiri. Kalau ada yang berkata
luangkan waktu buat merenung… itu mungkin bukan aku. Buatku adalah hal yang
penting jika berkata “ hargai waktu; aku bebas melakukan apa yang aku suka”
yaa… terkadang selalu terpikir dariku melakukan apa saja yang aku suka. Apa
yang aku ingin lakukan dengan penampilanku; membuat tattoo di lengan sampai
bahu, membuat rambutku gondrong seperti penyanyi rocker ? atau berpenampikan
seperti seorang pembuat karya seni ? Tapi aku belum melakukannya dan mungkin
tidak akan melakukannya, karena ini ya aku… sudah melekat dengan karakter yang
simple. 
Jadi apa yang akan
diharapkan dari seseorang yang bukan milikku ? hanya menjadi sebuah pengingat
bahwa sebelum adanya titik ini pernah ada koma yang panjang, pernah ada Tanya
yang tidak terjawab, dan rasa hati-hati dengan tanda seru yang menumbuhkan
rasa. Tapi sekarang adalah Titik yang sudah tertanda. Titik ini bukan berarti
tanpa paragraph baru setelahnya. Masih ada rasa itu; ya rasa itu hanyalah rasa
“Perduli” namun tanpa rasa yang lebih dari perduli, yaa… dari dulupun sudah
seperti itu. Hanya rasa perduli tanpa tambahan. Ini adalah sebuah titik lupa
dari sebuah cerita yang panjang. Karena kita hanya sepasang sahabat dan yang
seorang pernah punya rasa sedang yang lain tidak pernah menduga. 
-----hdrnt-----
Komentar
Posting Komentar