Sebuah Hati




Kelu lidah berucap biar tulisanku yang berderap.

Jangan pernah berkata rindu jika tak satu bait pun puisi kau tulis untuk mengurai sendu.
Itulah yang kira-kira terbekas saat aku pernah mengira bahwa aku begitu ingin bertemu.
Tapi nyatanya kau hanya inginku yang tak bisa nyata.
Berbisik dalam lirih, berlari dalam perih. Aku masih ingin menulis ini untukmu yang sudah tak punya hati.

Ingat perbincangan kita pertama ? Akupun juga tak pernah menduga.
Gadis sepertimu sudi berkenal sapa dengan lelaki sepertiku
Sungguh tak pernah terbesit bahkan imaji pun tak pernah berpikir liar jika harus mengenal bahkan tau siapa dirimu.
Sejauh hari ini bahkan titik sepi dalam hati tak pernah ku ingin kau datang masuk kesini.
Bahwa kukira berjalan begini tanpa kenal kau pun aku sanggup beranalogi sendiri.
Terbiasa dengan rasa dalam diam namun tak ingin kembali terulang aku memilih tidak maju terlalu sering dan bahkan berjalan beriring.
Apa kau tau rasanya memendam kisah imaji yang hanya kau sendiri yang mengamini ?
Jujur saja berat...
4 tahun ku lalui karena tak mau dibebani rasa bersalah karena egoku sendiri mengubah persahabatan jadi.. Entah ? Perdebatan atau kisah percintaan ?
Ku pilih pergi dan pendam saja sendiri.
Pengecut pikirmu ? Aku telah menyelamatkan kami, dan bahkan kini kami masih bisa berkomunikasi seolah tak ada rasa yang membebani.

Tak seperti kita sekarang yang pernah erat namun kini seakan tak pernah dekat seperti dua orang asing yang tidak saling tanya.
Dulu pikirku juga akan mengiakanmu sebagai sahabat saja sehingga tak akan pernah terjadi kenapa kita berpisah tanpa ada sebuah debat.
Kita baik-baik saja pikirku, tapi kukira hatimu yang tak baik-baik saja.
Kenapa dulu kau iya jika akhirnya ada aku yang terluka. Kenapa dulu berjalan jika kini kau kira tak sejalan.
Kenapa dulu memeluk jika kini hanya pilu yang bisa ku peluk.
Kenapa dulu bersama jika sekarang kau pikir kita tak sepaham ? Aku bahkan tak mengerti dimana perdebatan kita dimulai jika membuatmu mengira kita tak sepaham ?
Masih banyak kukira mengapa lainnya.

Karena sayup senja dan redup malam lebih jujur menghantar dingin dari pada rasa mu yang tiba-tiba berubah tanpa pamit menusuk aku dengan begitu pahit.

Dulu kau pernah bilang "bantu aku"
Ya benar.. Membantumu memulai lagi kisahmu melupakan dia yang pernah katamu meluka.
Setidaknya itu katamu dulu sampai tiba kau bilang tak bisa melupa walau perih sudah menyiksa.

Aku pernah bilang tak mudah meminta kita mengubah cerita bila bukan kau sendiri yang bersepakat menamatkan dia yang lama.
Aku hanya bilang bantu aku untuk bisa membantumu melupakan masalalumu.
Biar sakitmu jadi sakit kita dan lukamu jadi luka ku. Tapi kini kukira sakitmu yang tertinggal pada ku, sendiri menerima cerita sudahmu.

Dan tau kah kau aku pernah berdoa pada Kuasa meminta untuk gagal hanya alasan aku ingin lebih lama bersamamu dan tak jauh darimu. Walau aku juga pikir menjadi abdi negara juga bukan sepenuhnya kemampuanku kelak.
Kukira bodohku bermohon gagal... Tapi beratku akan ringan jika kau didekatku, kira-kira dulu itulah harapku.

Tapi sekembalinya aku, kau jadikan aku pilihan.
Juara kedua setelah dia yang kau kira bisa mengikutimu pada paham kepercayaan yang sama.
Benar... Aku memang hanya juara kedua. Walau kusalahkan waktu kenapa mengiakan mu pada hari-hariku tak akan merubah kamu yang lebih memilih dia ketimbang aku.

Pesanmu kala itu menghantar aku pada lembaran basah yang mungkin harus aku keringkan.
Kukira perdebatan kalian berujung pada dia yang memakimu dengan lancang. Mengumpatmu dengan tega.
Hingga pesanmu sampai pada telepon genggamku "aku pasrah kau mau marah karena ini salahku dan dia juga sudah memutuskanku"
Apa kau masih memintaku memaafkanmu dan masuk lagi jadi persinggahanmu ?

Baiklah kita mulai lagi, tapi hanya jujur yang ku tuntut. Tapi ternyata kau pun tak mau ikut.

Kau bahkan jadi selipan doa ku tiap malam agar dramamu berlahan tenggelam.
Kau bahkan jadi alasanku meminta agar tak kau salah menentukan arah
Kau juga jadi mohon ku biar yang kuasa menjagamu saat aku tak disampingmu
Tapi kau mungkin juga berdoa agar Tuhan mengagalkan doa-doa ku
Benar berhasil... Entah Tuhan yang memisah atau egomu yang tak punya arah.
Jadi alasanmu karena masih susah melupakan. Tapi tak pernah kau coba tentang upaya menumbuhkan. Padahal ada aku yang bisa menyiram.

Dan puisi ini kutulis kenapa... Karena aku rindu kenangan singkat kita yang tak pernah kau usahakan menjadi kita. Walau kukira hanya aku yang tersisa terluka. Dan kalaupun kau sudah punya dia yang lain yang kau anggap setia dibanding dari aku yang berusaha menjaga ? Selamat yang bisa kuberi.
Tapi jika kau sadar ada aku yang masih ?
Bisakah kau menunggu lagi ? Seperti aku yang berulang kali menunggu ? Karena aku mungkin aku akan sementara pergi.

Sempat ku kira aku adalah rumah
Tempat kau pulang di kala lelah
Tapi bagimu aku hanya tempat singgah
Menepi pada satu dari puluhan tempat peristirahatan sementara
Sembari mengecap kopi yang ku hidang sambil berebah
Lalu pergi begitu saja saat semua telah sudah
Terimakasih telah mampir ke tempat sederhana ini. Yang ku sebut hati

Apa kau tau ? Kau bahkan pernah ku sebut pulang
Tempat dan alasan kembali saat senja mulai menghilang diganti petang
Kukira kau adalah tempatku berpegang
Kukira kau alasan untukku kembali saat hilang
Ya benar... Pulangku telah hancur bersamaan dengan gelombang pasang kala itu menerjang
Menyisakan semua kenang yang hanya berbentuk puing-puing
Kukira perasaan mu lah gelombang itu.
Merusakan semua alasan untuk tetap disisimu.

Kini kau lah pemilik tanah itu
Apakah harus ku bangun lagi rumahku disitu
Menata lagi semua yang telah rata oleh pilu
Atau aku harus berpindah sebelum datang lagi gelombang hatimu karena telah ragu

Karena kau pemilik tanah hati yang telah terlanjur basah.. Kukira hanya kau yang bisa menjawab aku.

Dari aku yang menanti
Kuharap kau segera berhenti
Bermain-main dengan hati
Karena ku tak mau kau tersakiti


35.000 Kaki, 10 January 2019

~Hdrnt~

Komentar

  1. Hati tidak Pernah Salah...
    Jodoh tak akan kemana
    Penantian akan ada Jawaban saat Waktu yg Berbicara

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Pendek untuk Cerita

Merokok Tingkatkan Resiko Katarak

Cara Cepat Bangun Pagi